Mengapa Jilbab Syar’i Menjadi Bentuk Penjagaan Diri?

Berjilbab syar’i dapat menjadi salah satu bentuk penjagaan diri bagi wanita muslimah. Bentuk penjagaan diri seperti apakah? Nah berikut ini akan kami coba jabarkan, semoga dapat menjadi manfaat bagi kita semua.

ilustrasi wanita berjilbab syar'i. credits: internet
Jilbab adalah suatu bentuk pakaian muslimah yang menutupi seluruh anggota tubuh seorang muslimah dari aurat yang mungkin terlihat oleh orang yang bukan mahrom dan mereka yang tidak diperbolehkan melihatnya. Berjilbab ini merupakan perintah Allah SWT dan mewajibkannya kepada orang-orang mukmin wanita. Tentunya kita semua ingin kan menjadi bagian dari orang-orang mukmin? Oleh karena itu memakai jilbab ini juga merupakan salah satu syarat untuk menjadi orang yang mukmin.

Definisi dari jilbab menurut beberapa ulama masyhur adalah sebagai berikut:

1.       Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Jilbab menurut bahasa Arab yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, bukan hanya sebagiannya.” Sedangkan Ibnu Katsir mengatakan, “Jilbab adalah semacam selendang yang dikenakan di atas khimar yang sekarang ini sama fungsinya seperti izar (kain penutup).” (Syaikh Al Bani dalam Jilbab Muslimah).


2.       Syaikh bin Baz (dari Program Mausu’ah Fatawa Lajnah wal Imamain) berkata, “Jilbab adalah kain yang diletakkan di atas kepala dan badan di atas kain (dalaman). Jadi, jilbab adalah kain yang dipakai perempuan untuk menutupi kepala, wajah dan seluruh badan. Sedangkan kain untuk menutupi kepala disebut khimar. Jadi perempuan menutupi dengan jilbab, kepala, wajah dan semua badan di atas kain (dalaman).” (bin Baz, 289). Beliau juga mengatakan, “Jilbab adalah rida’ (selendang) yang dipakai di atas khimar (kerudung) seperti abaya (pakaian wanita Saudi).” (bin Baz, 214). Di tempat yang lain beliau mengatakan, “Jilbab adalah kain yang diletakkan seorang perempuan di atas kepala dan badannnya untuk menutupi wajah dan badan, sebagai pakaian tambahan untuk pakaian yang biasa (dipakai di rumah).” (bin Baz, 746). Beliau juga berkata, “Jilbab adalah semua kain yang dipakai seorang perempuan untuk menutupi badan. Kain ini dipakai setelah memakai dar’un (sejenis jubah) dan khimar (kerudung kepala) dengan tujuan menutupi tempat-tempat perhiasan baik asli (baca: aurat) ataupun buatan (misal, kalung, anting-anting, dll).” (bin Baz, 313).

Dalam definisi kedua ulama di atas dapat diambil kesimpulan bahwa jilbab adalah sebuah kain atau pakaian yang menutupi seluruh anggota tubuh dari wanita muslimah untuk menutupinya dari terlihatnya aurat oleh orang-orang yang tidak diperbolehkan melihatnya atau orang yang bukan mahram. Dalam hal istilah jilbab ini ada terjadi perbedaan istilah dengan yang terjadi di Indonesia, dimana jilbab adalah kain yang digunakan untuk menutup kepala, sedangkan dalam bahasa Arab penutup kepala ini dinamakan dengan khimar. Namun tidaklah mengapa, yang penting kita dapat mengaplikasikannya ke dalam kehidupan kita.

Berjilbab Syar’i Merupakan Salah Satu Bentuk Penjagaan Diri

Menggunakan jilbab syar’i ini salah satu tujuan utamanya adalah sebagai salah satu bentuk penjagaan diri dari diganggu oleh orang lain atau pihak lain. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 59 yang artinya:

“ Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[2] ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[3]

Latar belakang dari turunnya ayat ini adalah dimana ada suatu riwayat yang menceritakan bahwa Siti Saudah (istri Rasulullah) keluar rumah untuk sesuatu keperluan setelah diturunkan ayat hijab. Ia adalah seorang yang badannya tinggi besar sehingga mudah dikenal orang. Pada waktu itu Umar melihatnya, dan ia berkata: “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kami akan dapat mengenalmu. Karenanya cobalah pikir mengapa engkau keluar?” Dengan tergesa-gesa ia pulang dan saat itu Rasulullah berada di rumah Aisyah sedang memegang tulang sewaktu makan. Ketika masuk ia berkata: “Ya Rasulallah, aku keluar untuk sesuatu keperluan, dan Umar menegurku (karena ia masih mengenalku)”. Karena peristiwa itulah turun ayat ini (S. Al Ahzab: 59) kepada Rasulullah SAW di saat tulang itu masih di tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kau keluar rumah untuk sesuatu keperluan.”

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa istri-istri Rasulullah pernah keluar malam untuk mengqadla hajat (buang air). Pada waktu itu kaum munafiqin mengganggu mereka dan menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah SAW, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab: “Kami hanya mengganggu hamba sahaya.” Kemudian turunlah ayat ini (S. Al Ahzab: 59) sebagai perintah untuk berpakaian tertutup, agar berbeda dari hamba sahaya.

Setelah ayat-ayat yang sebelumnya melarang siapapun mengganggu dan menyakiti Nabi SAW bersama kaum mukminin dan mukminat, kini secara khusus kepada kaum mukminat – bermula dari istri Nabi Muhammad SAW – diperintahkan untuk menghindari sebab-sebab yang dapat menimbulkan penghinaan dan pelecehan.

Sebelum turunnya ayat ini, cara berpakaian wanita merdeka atau budak, yang baik-baik atau kurang sopan hampir dapat dikatakan sama. Karena itu lelaki usil sering kali mengganggu wanita-wanita khususnya yang mereka ketahui atau duga sebagai hamba sahaya. Untuk menghindarkan gangguan tersebut, serta menampakkan kehormatan wanita muslimah ayat di atas turun menyatakan: Hai Nabi Muhammad katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita keluarga orang-orang mukmin agar mereka mengulurkan atas diri mereka yakni keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal sebagai wanita-wanita terhormat atau sebagai wanita-wanita muslimah, atau sebagai wanita-wanita merdeka sehingga dengan demikian mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Jadi sesuai dengan surat Al Ahzab ayat 59 itu salah satu tujuan dari mengenakan jilbab syar’i adalah supaya tidak diganggu oleh orang lain yang ingin berbuat jahat. Dan dari penelitian juga sudah banyak yang membuktikan bahwa dengan menggunakan jilbab ini tingkat kejahatan yang terjadi pada wanita berjilbab lebih kecil dibandingkan yang terjadi pada wanita yang tidak berjilbab.
Menurut Anton Tabah (1994), dalam delapan tahun terakhir, tercatat telah terjadi 13.175 kasus perkosaan. Ini berarti, rata-rata setiap tahunnya 1.650 kasus dan rata-rata per hari 5 orang.  Dengan kata lain, setiap lima jam ada seorang wanita yang diperkosa oleh laki-laki. Sebagai bahan perbandingan, di Amerika Serikat, terutama hingga 1991, berlangsung 12-19 kali perkosaan terhadap wanita setiap jamnya.  Kenaikan angka perkosaan pada tahun 2002 sendiri mencapai angka 25,3%, jauh melebihi angka toleransi kenaikan kejahatan yang hanya 10%.

Hal tersebut, disebabkan antara lain karena banyaknya wanita yang mengumbar aurat, memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya, bahkan berpose tak senonoh. Pornografi dan pornoaksi merebak dimana-mana, sehingga timbullah perkosaan. Mengenakan jilbab secara syar’i... insya Allah akan membuat kita selamat dari tindak kejahatan mereka.

Demikianlah sahabat muslimah, ternyata salah satu tujuan dari menggunakan jilbab syar’i ini rasakan manfaatnya secara langsung. Dengan mengenakan jilbab kecenderungan lelaki yang ingin berbuat kejahatan semakin mengecil, dan tumbuhlah sikap simpatik dan segan. Bukankah ini merupakan hal yang sangat bagus bagi kita? Oleh karena itu, marilah mengenakan jilbab syar’i sesuai dengan apa yang sudah dicontohkan oleh nabi dan para isteri-isterinya dan juga orang-orang mukminat lainnya. Hasilnya insha Allah kita terjaga, dan mendapatkan pahala serta naungan dari Allah SWT. Semoga bermanfaat.

  

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Mengapa Jilbab Syar’i Menjadi Bentuk Penjagaan Diri?"

Posting Komentar