Berjilbab syar’i dapat menjadi salah satu bentuk penjagaan
diri bagi wanita muslimah. Bentuk penjagaan diri seperti apakah? Nah berikut
ini akan kami coba jabarkan, semoga dapat menjadi manfaat bagi kita semua.
![]() |
ilustrasi wanita berjilbab syar'i. credits: internet |
Definisi dari jilbab menurut beberapa ulama masyhur adalah
sebagai berikut:
1.
Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Jilbab
menurut bahasa Arab yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, bukan hanya sebagiannya.”
Sedangkan Ibnu Katsir mengatakan, “Jilbab adalah semacam selendang yang
dikenakan di atas khimar yang sekarang ini sama fungsinya seperti izar (kain
penutup).” (Syaikh Al Bani dalam Jilbab Muslimah).
2. Syaikh bin Baz (dari Program Mausu’ah Fatawa Lajnah wal Imamain) berkata, “Jilbab adalah kain yang diletakkan di atas kepala dan badan di atas kain (dalaman). Jadi, jilbab adalah kain yang dipakai perempuan untuk menutupi kepala, wajah dan seluruh badan. Sedangkan kain untuk menutupi kepala disebut khimar. Jadi perempuan menutupi dengan jilbab, kepala, wajah dan semua badan di atas kain (dalaman).” (bin Baz, 289). Beliau juga mengatakan, “Jilbab adalah rida’ (selendang) yang dipakai di atas khimar (kerudung) seperti abaya (pakaian wanita Saudi).” (bin Baz, 214). Di tempat yang lain beliau mengatakan, “Jilbab adalah kain yang diletakkan seorang perempuan di atas kepala dan badannnya untuk menutupi wajah dan badan, sebagai pakaian tambahan untuk pakaian yang biasa (dipakai di rumah).” (bin Baz, 746). Beliau juga berkata, “Jilbab adalah semua kain yang dipakai seorang perempuan untuk menutupi badan. Kain ini dipakai setelah memakai dar’un (sejenis jubah) dan khimar (kerudung kepala) dengan tujuan menutupi tempat-tempat perhiasan baik asli (baca: aurat) ataupun buatan (misal, kalung, anting-anting, dll).” (bin Baz, 313).
2. Syaikh bin Baz (dari Program Mausu’ah Fatawa Lajnah wal Imamain) berkata, “Jilbab adalah kain yang diletakkan di atas kepala dan badan di atas kain (dalaman). Jadi, jilbab adalah kain yang dipakai perempuan untuk menutupi kepala, wajah dan seluruh badan. Sedangkan kain untuk menutupi kepala disebut khimar. Jadi perempuan menutupi dengan jilbab, kepala, wajah dan semua badan di atas kain (dalaman).” (bin Baz, 289). Beliau juga mengatakan, “Jilbab adalah rida’ (selendang) yang dipakai di atas khimar (kerudung) seperti abaya (pakaian wanita Saudi).” (bin Baz, 214). Di tempat yang lain beliau mengatakan, “Jilbab adalah kain yang diletakkan seorang perempuan di atas kepala dan badannnya untuk menutupi wajah dan badan, sebagai pakaian tambahan untuk pakaian yang biasa (dipakai di rumah).” (bin Baz, 746). Beliau juga berkata, “Jilbab adalah semua kain yang dipakai seorang perempuan untuk menutupi badan. Kain ini dipakai setelah memakai dar’un (sejenis jubah) dan khimar (kerudung kepala) dengan tujuan menutupi tempat-tempat perhiasan baik asli (baca: aurat) ataupun buatan (misal, kalung, anting-anting, dll).” (bin Baz, 313).
Dalam definisi kedua ulama di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa jilbab adalah sebuah kain atau pakaian yang menutupi seluruh anggota
tubuh dari wanita muslimah untuk menutupinya dari terlihatnya aurat oleh
orang-orang yang tidak diperbolehkan melihatnya atau orang yang bukan mahram.
Dalam hal istilah jilbab ini ada terjadi perbedaan istilah dengan yang terjadi
di Indonesia, dimana jilbab adalah kain yang digunakan untuk menutup kepala,
sedangkan dalam bahasa Arab penutup kepala ini dinamakan dengan khimar. Namun
tidaklah mengapa, yang penting kita dapat mengaplikasikannya ke dalam kehidupan
kita.
Berjilbab Syar’i Merupakan Salah Satu Bentuk Penjagaan Diri
Menggunakan jilbab syar’i ini salah satu tujuan utamanya
adalah sebagai salah satu bentuk penjagaan diri dari diganggu oleh orang lain
atau pihak lain. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al
Qur’an surat Al Ahzab ayat 59 yang artinya:
“ Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya[2] ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[3]
Latar belakang dari turunnya ayat ini adalah dimana ada
suatu riwayat yang menceritakan bahwa Siti Saudah (istri Rasulullah) keluar
rumah untuk sesuatu keperluan setelah diturunkan ayat hijab. Ia adalah seorang
yang badannya tinggi besar sehingga mudah dikenal orang. Pada waktu itu Umar
melihatnya, dan ia berkata: “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kami akan
dapat mengenalmu. Karenanya cobalah pikir mengapa engkau keluar?” Dengan
tergesa-gesa ia pulang dan saat itu Rasulullah berada di rumah Aisyah sedang
memegang tulang sewaktu makan. Ketika masuk ia berkata: “Ya Rasulallah, aku
keluar untuk sesuatu keperluan, dan Umar menegurku (karena ia masih
mengenalku)”. Karena peristiwa itulah turun ayat ini (S. Al Ahzab: 59) kepada
Rasulullah SAW di saat tulang itu masih di tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah:
“Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kau keluar rumah untuk sesuatu
keperluan.”
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa istri-istri Rasulullah
pernah keluar malam untuk mengqadla hajat (buang air). Pada waktu itu kaum
munafiqin mengganggu mereka dan menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah
SAW, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab: “Kami hanya
mengganggu hamba sahaya.” Kemudian turunlah ayat ini (S. Al Ahzab: 59) sebagai
perintah untuk berpakaian tertutup, agar berbeda dari hamba sahaya.
Setelah ayat-ayat yang sebelumnya melarang siapapun
mengganggu dan menyakiti Nabi SAW bersama kaum mukminin dan mukminat, kini
secara khusus kepada kaum mukminat – bermula dari istri Nabi Muhammad SAW –
diperintahkan untuk menghindari sebab-sebab yang dapat menimbulkan penghinaan
dan pelecehan.
Sebelum turunnya ayat ini, cara berpakaian wanita merdeka
atau budak, yang baik-baik atau kurang sopan hampir dapat dikatakan sama.
Karena itu lelaki usil sering kali mengganggu wanita-wanita khususnya yang
mereka ketahui atau duga sebagai hamba sahaya. Untuk menghindarkan gangguan
tersebut, serta menampakkan kehormatan wanita muslimah ayat di atas turun
menyatakan: Hai Nabi Muhammad katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan wanita-wanita keluarga orang-orang mukmin agar mereka
mengulurkan atas diri mereka yakni keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu
menjadikan mereka lebih mudah dikenal sebagai wanita-wanita terhormat atau
sebagai wanita-wanita muslimah, atau sebagai wanita-wanita merdeka sehingga
dengan demikian mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
Jadi sesuai dengan surat Al Ahzab ayat 59 itu salah satu
tujuan dari mengenakan jilbab syar’i adalah supaya tidak diganggu oleh orang
lain yang ingin berbuat jahat. Dan dari penelitian juga sudah banyak yang
membuktikan bahwa dengan menggunakan jilbab ini tingkat kejahatan yang terjadi
pada wanita berjilbab lebih kecil dibandingkan yang terjadi pada wanita yang
tidak berjilbab.
Menurut Anton Tabah (1994), dalam delapan tahun terakhir,
tercatat telah terjadi 13.175 kasus perkosaan. Ini berarti, rata-rata setiap
tahunnya 1.650 kasus dan rata-rata per hari 5 orang. Dengan kata lain, setiap lima jam ada seorang
wanita yang diperkosa oleh laki-laki. Sebagai bahan perbandingan, di Amerika
Serikat, terutama hingga 1991, berlangsung 12-19 kali perkosaan terhadap wanita
setiap jamnya. Kenaikan angka perkosaan
pada tahun 2002 sendiri mencapai angka 25,3%, jauh melebihi angka toleransi
kenaikan kejahatan yang hanya 10%.
Hal tersebut, disebabkan antara lain karena banyaknya wanita
yang mengumbar aurat, memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya, bahkan berpose tak
senonoh. Pornografi dan pornoaksi merebak dimana-mana, sehingga timbullah
perkosaan. Mengenakan jilbab secara syar’i... insya Allah akan membuat kita selamat
dari tindak kejahatan mereka.
Demikianlah sahabat muslimah, ternyata salah satu tujuan
dari menggunakan jilbab syar’i ini rasakan manfaatnya secara langsung. Dengan
mengenakan jilbab kecenderungan lelaki yang ingin berbuat kejahatan semakin
mengecil, dan tumbuhlah sikap simpatik dan segan. Bukankah ini merupakan hal
yang sangat bagus bagi kita? Oleh karena itu, marilah mengenakan jilbab syar’i
sesuai dengan apa yang sudah dicontohkan oleh nabi dan para isteri-isterinya
dan juga orang-orang mukminat lainnya. Hasilnya insha Allah kita terjaga, dan
mendapatkan pahala serta naungan dari Allah SWT. Semoga bermanfaat.
Belum ada tanggapan untuk "Mengapa Jilbab Syar’i Menjadi Bentuk Penjagaan Diri?"
Posting Komentar